Hari semakin siang, panas tambah terik, kicau burung yang riuh seakan
menertawaiku yang tengah resah, gundah gulana termangu di teras.
Semilir angin sepoi-sepoi sesekali menghantam tubuhku, tak karuan
batinku semenjak kejadian itu aku seakan tak bersemangat, makan tak
nafsu, apapun yang aku jalani berantak gara-gara aku kenal cowok
berwajah teduh dengan jenggot tipis yang aku anggap baik, sholeh,
pengertian, hingga membuatku jatuh hati. tapi akhir-akhir ini dia
menghilang lenyap begitu saja tanpa kabar setelah dia mengirim pesan
singkat “aku sayang padamu” satu kalimat ini yang membuat hidup tak
tenang “katanya sayang kok gak ada perhatiannya sama sekali sih,
jangan-jangan aku cuma buat mainan” batinku negatif. “jaman sekarang
cari cowok baik bagai mencari jarum di tumpukan jerami, kebanyakan lain
di mulut lain di hati” lanjut batinku.
Panas sudah lagi terasa, mentari yang sudah menemani siangku
melambaikan berpamitan kembali ke peraduan tanda hari sudah petang. Aku
belum juga beranjak dari tempat dudukku.
Allahu akbar… Allahu akbar… suara adzan maghrib memecah kesepian.
“sinta masuk sudah adzan sayang” hingga akhirnya suara panggilan sesosok
paruh baya yang tak lain adalah ibuku dari dalam rumah membangkitkanku.
“ah masa bodoh lah” gumamku seraya mengambil ponsel lalu masuk ke dalam
rumah menjalankan kewajibanku sebagai seorang muslim.
—
Dret… dret… hapeku bergetar mengagetkan. Kuambil dan terlihat di
layar tertulis 1 pesan diterima. Kutekan tombol ok, hati berbunga-bunga,
sejuk bak panas setahun dihapus hujan sehari membaca tulisan tertera di
layar
from ardi
“assalamu’alaikum”
Dalam wajah terpancar kebahagiaan
“wa’alaikumussalam”
kubalas sms itu dengan bibir tak henti tersenyum, tangan gemetar dan
hati berdebar. Detik berganti menit, menit berganti jam telepon
genggamku tak juga bergetar, sesekali kupencet tombol mata tertuju
memandangi layar padahal aku sudah tahu kalau ada sms masuk pasti ada
tanda. Wajah kembali muram lesu, bunganya kembali layu yang ditunggui
tak datang. Suara panggilan untuk menghadap-Nya samar-samar terdengar di
telinga. Tubuh yang letih hati yang risau kupaksakan untuk mengambil
air wudhu dan menjalankan kewajiban. Terlihat jam yang menempel di
dinding menunjukkan pukul 21 akupun terlelap dalam tidur malamku.
—
Mentari mulai menyinari kamarku dari jendela yang kubuka ba’da subuh tadi namun belum juga mengusir dingin dari tubuhku.
Kuambil hp di atas meja malah mengingatkan aku kembali padanya yang
tak membalas sms semalam. Aku mencoba alihkan perhatian, kuletakkan
kembali hp di genggaman, melupakan sejenak menghapus tentangnya dari
pikiranku. Kaki melangkah menghampiri ibu yang sedang sibuk
mempersiapkan sarapan kami sekeluarga.
“pagi bu” sapaku duduk di meja makan meneguk segelas susu yang sudah tersedia.
“pagi juga sayang”
“tumben langsung minum susu” lanjut ibu curiga melihatku yang biasa paling susah minum susu.
“hehehe.. gak boleh ya bu? abis susu buatan ibu menggoda” jawabku mengelak.
“boleh… malah bagus, ibu seneng kalau kamu suka susu sekarang biar gemukan” sindir ibu yang memang tubuhku kurus.
ibu tak merespon apa-apa melanjutkan menggoreng telur dadar kesukaan ayah.
“ayah” sapaku kepada ayah yang baru datang dari arah kamar mandi samping dapur.
“apa sinta?”
“ayah sekarang kerja ya?” tanyaku basa-basi yang sudah tahu ayah pasti kerja kecuali ahad.
“iya dong, ini hari apa coba?”
“sabtu ayah” jawabku tersipu malu.
—
Suasana kembali sunyi ayah sudah tancap gas kerja ibu ke pasar sedang
aku masih libur kuliah. “benar-benar hari yang membosankan” gumamku Tak
ada lagi kegiatan selain bangun, sarapan, nongkrong depan televisi
kebiasaanku setiap pagi di hari libur. Virus merah jambu telah
menyerangku, hama rindu membuat lemah tak berdaya, adakah pestisida
untuk membasminya? Aku bak burung dalam sangkar tak bisa terbang bebas
terpenjara oleh perasaan kegalauan yang tiada henti. Di sisi lain
kebahagiaan menyelimutiku ada yang sayang pada diri ini namun di sisi
lainnya kehangatan tak kurasa perasaan resah tak menentu yang selalu
membuat tubuh ini dingin tak pernah ada kabar darinya atau menanyakan
kabarku seakan hanya buat permainan.
Film kartun di layar kaca yang kupantengin sedari tadi mampu membuatku tenggelam dalam tawa, terlupa akan dirinya.
Tuling tuling… dreett.. dreeett.. ponsel hitam kesayangan yang selalu
setia kemanapun aku pergi tiba-tiba terdengar tanda pesan masuk
diterima “paling temenku” celetuk bibirku tebakanku salah, satu pesan
yang kuterima dari ardi orang yang kukenal dari pertemuan singkat saat
itu dan kini membuatku serba salah.
“assalamu’alaikum”
“wa’alaikumussalam, kamu beneran sayang ma aku?” balasku memberanikan diri bertanya untuk menjawab kegalauan hati.
“bener aku sayang kamu” senyum kecil merekah wajah merah merona membaca pesan itu.
Jawaban itu tak cukup memuaskan hati kembali kubalas pesannya dengan
satu pertanyaan mengganjal di hati membuatku berpikir negatif yang
tersimpan karena sikapnya yang cuek.
“adakah yang lain di hatimu?”
Seperti layaknya yang lain aku ingin tetap satu satu di hatinya dan tak ingin diduakan.
“apakah dia marah padaku? apakah benar ada yang lain di hatinya? apakah
aku salah” tanyaku dalam hati menanti pesan yang tak ada jawaban.
Suasana berubah dramatis tiba-tiba air mata membasahi pipi, bibir beku
kelu tak bisa lagi tersenyum seperti satu jam yang lalu tubuh letih hati
makin tak karuan, pemuda yang selama ini aku harapkan seorang pangeran
tampan memiliki keteguhan iman yang kuat menghilang entah kemana bagai
debu yang terpa angin.
“ternyata semua laki-laki sama saja” pikirku seraya menghapus air mata yang mengalir tiada henti.
1 tahun kemudian aku lulus dari Perguruan Tinggi Negeri dengan hasil
yang memuaskan. Selama waktu itulah tak pernah ada komunikasi antara aku
dan Ardi bahkan aku dengan cowok lain karena sebelumnya aku juga jarang
dekat dengan ikhwan, dalam agama yang aku anut yaitu islam melarang
seorang wanita berhubungan dengan laki-laki kecuali ada keperluan dan
aku coba taat itu. Aku yakin Allah akan memberi jodoh terbaik biarlah
cinta ini berlayar dan berlabuh dihati yang tepat
Selang 15 menit aku sampai depan rumah, motor kuparkirkan di teras
samping motor yang sudah ada dulu di situ. Aku hafal betul motor siapa,
pemilik motor itu adalah Ardi, aku hanyut dalam lamunan teringat seorang
laki-laki yang aku kenal di kampus 3 tahun lalu yang membuatku mabuk
kepayang dilanda kegalauan.
“astagfirullah” ucapku tersadar
langsung aku sandarkan motor matic ku lalu masuk ke dalam rumah
“assalamu’alaikum” sapaku pada semua.
“wa’alaikumsalam” jawab semua serempak termasuk Ardi.
Semua terdiam aku dan Ardi hanya saling pandang tersenyum.
“Ardi kau masih yang kukenal dulu” batinku.
“sini nak, Ardi sudah menunggu sedari tadi” suruh ayah memecahkan suasana hening.
“iya yah” aku menghampiri mereka duduk di samping ibu.
“silakan nak Ardi sampaikan apa maksudmu datang kemari” pinta ayah kepada Ardi
“iya pak, sebelumnya saya minta maaf jika kedatangan saya kemari
mengagetkan dan mendadakan dan tidak bersama kedua orangtua saya
dikarenakan saya hanya ambil cuti 3 hari dan kedua orangtua saya di luar
jawa. Pak maksud kedatangan saya kemari ingin meminang putri bapak yang
akan saya jadikan sebagai pendamping hidup saya menyempurnakan diin
saya”
Sungguh berdebar hati mendengar pernyataan Ardi seorang yang aku tunggu
bagai di dunia mimpi. Aku hanya bisa menunduk dengan wajah
kemerah-merahan menahan senyum
“kalau masalah itu sepenuhnxa aku serahkan kepada Sinta, bagaimana jawabanmu nak?”
“bukannya ada yang lain ya di hatimu?” tanyaku pada Ardi mengingat
pertanyaan terakhir waktu itu belum terjawab dan kumasih penasaran walau
Ardi sudah meminangku. Ardi tak menjawab hanya tersenyum manis padaku.
“duhai ukhtii maukah kau jadi pendamping hidupku?”
Aku sudah tak bisa berkata apa-apa hanya anggukan sebagai tanda setuju.
—
“Duhai bidadari syurga yang kupilih jadi permasuriku
Duhai yang kucintai karena-Nya,
Duhai calon ibu dari anak-anakku kelak maafkan aku jika selama ini aku
tak pernah menghubungimu dan saatku hadir lancang meminangmu, dalam
diamku bukan berarti aku tak peduli padamu, selalu terlantun do’a di
akhir sujudku untukmu, aku ingin menjaga perasaan ini agar indah pada
saatnya, kesabaran yang panjang akhirnya berakhir dan kumampu membawa
dalam mahligai pernikahan. Dan maaf satu pertanyaan yang dikau tanyakan.
Bukannya aku lupa dan mengabaikan, aku masih ingat. Kau tetap satu
wanita di hatiku namun benar ada yang lain di hati ini dan ijinkan aku
selalu meletakkan Ia yang pertama. Tak usah kau risau aku tak akan
menduakanmu karena Ia akan memberiku ijin untukku mencintaimu sepenuhnya
karena-Nya. Karena Allah-lah yang membuat kita ada, menumbuhkan rasa
cinta, mempertemukan kita dan menyatukan kita.
Duhai calon penyempurna hidupku selamat tidur ya, maaf jika pesan ini mengganggumu
Tunggu aku.. esok hari aku akan menjadikanmu satu-satunya permaisuri dalam hidupku. Semoga lancar… aamiin…
wassalamu’alaikum…”
Derai air mata menjadi saksi aku membaca pesan yang di kirim Ardi
melalui e-mail di laptopku tepat di malam sebelum hari pernikahanku
dengan Ardi.
Hari sudah malam diri ini beranjak menuju jendela. Terlihat oleh
sepasang bola mataku janur melengkung di depan rumah, bapak-bapak dan
para pemuda masih sibuk mendekorasi tenda, beberapa ibu-ibu dengan
segala aktivitasnya masing-masing ada yang masak, menata meja prasmanan,
anak-anak berlarian menambah riuh suasana.
Terdiam sejenak penglihatanku berpaling ke baju kebaya putih
tergantung di dinding yang akan aku kena pada ahad nikah besok. Sungguh
bahagia aku mendapat calon suami seperti Ardi, seorang laki-laki yang
taat mencintai tanpa kuketahui, tak pernah mengajakku pacaran dan tak
berpaling kelain hati. Akhirnya pertanyaanku terjawab melalui pesan yang
tadi dikirim Ardi.
“iiih.. calon pengantin belum tidur, besok gak kelihatan segar kalo
tidur kemaleman” ledek fani tetangga sebelahku di balik jendela.
“ah kamu fan, iya ini mau tidur kok” jawabku.
“nah gitu dong biar besok pengantin prianya tambah terkesima melihatmu, hehehe” imbuh fani.
Aku hanya tersenyum lalu meninggalkan fany.
Subuh sudah datang, aku segera laksanakan kewajiban karena sudah
nampak penata rias menunggu. Penata rias usai mendandani diri ini, di
cermin ada bayangan wanita berhijab putih dihias bunga melati segar
lengkap dengan kebayaknya.
“benar ini aku?” tanya dalam batinku. Ibuku juga terlihat cantik mengenakan kebayak cream menghampiriku
“subhanallah cantik banget kamu sayang..” puji ibu padaku
“makasih ibu”
“sudah siap kamu nak?” tanya ibu bermaksud mengajakku keluar.
“insyaallah buk”
“yuk keluar Ardi dan keluarganya serta para tamu sudah datang”
Di bawah tenda biru para tamu berdatangan duduk di tempat yang sudah
disediakan. Seorang laki-laki berpeci dengan jas hitam dan dasi menepati
janjinya semalam duduk didampingi saudaranya dan pak penghulu siap di
depannya. Aku digandeng ibu menuju kursi kosong dekat Ardi.
Ijab qabul berjalan khitmat. Ardi mengikrarkan janji dengan lancar.
Alhamdulillah… gema setiap tamu mengucap syukur. Kucium tangan Ardi
seorang pria yang pertama ku sentuh dalam hidup dan halal bagiku.
Syukur Alhamdulillahirabbil’alamiin ku ucapkan padamu ya Rabb yang
telah mempertemukan aku dengan orang yang selama ini kudambakan. Tak
akan ada lagi dilema cinta karena Kau telah ikat kami dalam ikatan yang
suci dan selalu bersama sepanjang sisa usiaku. Ya Allah jadikan keluarga
kami menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Aamiin Ya Rabbal
‘alamiin
Jumat, 08 November 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar